Rabu, 17 Februari 2016

Unknown

Imam Abu Mansur Al Maturidi

Imam Abu Mansur Al Maturidi


  • Nama: Muhammad bin Muhammad Abu Mansur Al-Maturidi
  • Gelar: Imam
  • Lahir: 853 M atau 238 H
  • Wafat: 944 M atau 333 H 
  • Asal: Uzbekistan
  • Madzhab: Sunni  - Hanafi



  • Namanya adalah Muhammad bin Muhammad Abu Mansur Al-Maturidi, ia di lahirkan di sebuah kota yang bernama maturid didaerah Samarqand (termasuk daerah Uzbekistan) pada tahun 853 M dan meninggal pada tahun 333 H/ 944 M. Ia adalah pendiri dari aliran Al-Maturidiyah salah satu golongan aliran dari madzhab Ahlussunnah. Tidak seorangpun secara pasti mengetahui tahun kelahirannya. Ini adalah sebuah observasi penting karena ini berarti bahwa orang yang membuat isnad tidak mengetahui cukup informasi tentangnya untuk menjadikannya sebagai sumber, artinya tidak ada seorang alim pun yang pernah mengenalnya.

    Imam Al-Maturidi hidup sezaman dengan Imam Al Asy'ari, hanya saja maturidi tinggal di samarqand sedangkan asy'ari tinggal bashrah. Asy'ari adalah pengikut dari madzhab syafi'iyah sedangkan maturidi adalah pengikut dari madzhab hanafiyah. Boleh jadi ada beberapa perbedaan pendapat antara kedua orang tersebut, karena adanya perbedaan pendapat antara syafi'i dan abu hanifah sendiri.

    Sebagai pengikut Abu Hanifah yang banyak memakai rasio dalam pandangan keagamaannya, al maturidi banyak pula memakai akal dalam sistim teologinya. Maturidi mendasarkan fikiran-fikirannya dalam soal-soal kepercayaan kepada fikiran-fikiran Imam Abu Hanifah yang tercantum dalam kitabnya "al-fiqh al-akbar" dan "al-fiqh al-absat" dan memberikan ulasan-ulasannya terhadap kedua kitab tersebut. Oleh karena itu antara teologi Maturidi dan Asy'ari terdapat perbedaan, sungguhpun keduanya timbul sebagai reaksi terhadap aliran Mu'tazilah.

    Dalam soal sifat-sifat Tuhan terdapat persamaan antara Almaturidi dan Asy'ari. Baginya tuhan juga mempunyai sifat-sifat, maka menurut pendapatnya Tuhan mengetahui bukan karena zat-Nya, tetapi mengetahui dengan Pengetahuan-Nya, dan berkuasa bukan dengan zat-Nya.

    Tetapi dalam soal perbuatan-perbuatan manusia, al maturidi sependapat dengan golongan mu'tazilah bahwa manusialah sebenarnya yang mewujudkan perbuatan-perbuatannya. dengan demikian dia mempunyai faham Qadariah dan bukan faham Jabariyah atau Kasb Asy'ari.

    Sama dengan Imam Al Asy'ari, Imam Al Maturidi menolak ajaran Mu'tazilah tentang al-salah wa al-aslah,  tetapi disamping itu al maturidi berpendapat bahwa tuhan mempunyai kewajiban-kewajiban tertentu, al maturidi juga tidak sefaham dengan Mu'tazilah tentang masalah al-Qur'an yang menimbulkan kehebohan waktu itu. Sebagaimana Asy'ari ia mengatakan bahwa kalam atau sabda Tuhan tidak diciptakan, tetapi bersifat qadim.

    Mengenai soal dosa besar Al Maturidi sefaham dengan Al Asy'ari yaitu bahwa orang yang berdosa besar masih tetap mukmin, dan soal dosa besarnya akan ditentukan Tuhan kelak di akhirat. Iapun menolak faham posisi menengah kaum Mu'tazilah.

    Tetapi dalam soal al-wa'd wa al-wa'id Almaturidi sefaham dengan Mu'tazilah. Janji-janji dan ancaman-ancaman Tuhan, tidak boleh tidak mesti terjadi kelak. Dan juga dalam soal anthropomorphisme Al Maturidi sealiran dengan Mu'tazilah. Ia  sependapat dengan dengan Asy'ari bahwa ayat-ayat yang menggambarkan Tuhan mempunyai bentuk jasmani tak dapat diberi interpretasi atau Ta'wil. Menurut pendapatnya tangan, wajah dan sebagainya mesti diberi arti Majazi atau kiasan.

    Salah satu pengikut penting dari dari al maturidi adalah Abu al-Yusuf Muhammad al-Bazdawi (421-493 H). Nenek Al-Bazdawi adalah murid dari Al Maturidi, dan al bazdawi mengetahui ajaran-ajaran al-maturidi dari orang tuanya. Al-bazdawi sendiri mempunyai murid-murid dan salah seorang dari mereka adalah Najm al-Din Muhammad al-Nasafi (460-537 H) pengarang buku al-'Aqa'idal nasafiah.

    Seperti al-Baqillani dan al-Juwaini, Al-Bazdawi tidak pula selamanya sefaham dengan Al Maturidi. Kemudian diantara tokoh aliran Maturidiyah ini terdapat perbedaan faham sehingga dapat dikatakan bahwa dalam aliran Maturidiyah terdapat dua golongan. Yaitu golongan Samarqand yaitu pengikut-pengikut al maturidi sendiri, dan golongan Bukhara yaitu pengikut-pengikut Al-Bazdaw. Jika golongan samarqand mempunyai faham-faham yang lebih dekat kepada faham Mu'tazilah, maka golongan Bukhara cenderung lebih dekat kepada pemahaman aliran Asy'ariyah.

    Tauhid

    Imam Ahlussunnah Wal Jama’ah, al-Imâm Abu Manshur al-Maturidi (w 333 H) dalam karyanya; Kitâb at-Tauhîd menuliskan:

    "إن الله سبحانه كان ولا مكان، وجائز ارتفاع الأمكنة وبقاؤه على ما كان، فهو على ما كان، وكان على ما عليه الان، جل عن التغير والزوال والاستحالة"

    “Sesungguhnya Allah ada tanpa permulaan dan tanpa tempat. Tampat adalah makhluk memiliki permulaan dan bisa diterima oleh akal jika ia memiliki penghabisan. Namun Allah ada tanpa permulaan dan tanpa penghabisan, Dia ada sebelum ada tempat, dan Dia sekarang setelah menciptakan tempat Dia sebagaimana sifat-Nya yang Azali; ada tanpa tempat. Dia maha suci (artinya mustahil) dari adanya perubahan, habis, atau berpindah dari satu keadaan kepada keadaan lain” (Kitâb at-Tauhîd, h. 69)

    Al-Imâm Muhammad ibn Muhammad yang dikenal dengan nama Abu Manshur al-Maturidi adalah salah seorang salaf terkemuka di kalangan Ahlussunnah, bahkan merupakan pimpinan bagi kaum ini. Dikenal sebagai seorang yang teguh membela akidah Rasulullah, beliau adalah salah seorang ulama Salaf yang telah memberikan kontribusi besar dalam membukukan akidah Ahlussunnah. Dalam metode penjelasan akidah tersebut beliau atukan antara dalil-dalil naqliy (al-Qur’an dan hadits) dengan argumen-erguman rasional. Ditambah dengan bantahan-bantahan terhadap berbagai kesesatan dari kelompok-kelompok di luar Ahlussunnah, seperti Mu’tazilah, Musyabbihah, Khawarij dan lainnya. Kegigihan beliau dalam membela akidah Ahlussunnah dan menghidupkan syari’at menjadikan beliau sebagai kampium hingga digelari dengan Imam Ahlussunnah.

    Masih dalam kitab karyanya di atas, al-Imâm  Abu Manshur al-Maturidi juga menuliskan sebagai berikut:

    "فإن قيل: كيف يرى؟ قيل: بلا كيف، إذ الكيفية تكون لذي صورة، بل يرى بلا وصف قيام وقعود واتكاء وتعلق، واتصال وانفصال، ومقابلة ومدابرة، وقصير وطويل، ونور وظلمة، وساكن ومتحرك، ومماس ومباين، وخارج وداخل، ولا معنى يـأخذه الوهم أو يقدره العقل لتعاليه عن ذلك "

    “Jika ada yang berkata: Bagaimanakah Allah nanti dilihat? Jawab: Dia dilihat dengan tanpa sifat-sifat benda (Kayfiyyah). Karena Kayfiyyah itu hanya terjadi pada sesuatu yang memiliki bentuk. Allah dilihat bukan dalam sifat berdiri, duduk, bersandar atau bergantung. Tanpa adanya sifat menempel, terpisah, berhadap-hadapan, atau membelakangi. Tanpa pada sifat pendek, panjang, sinar, gelap, diam, gerak, dekat, jauh, di luar atau di dalam. Hal ini tidak boleh dikhayalkan dengan prakiraan-prakiraan atau dipikirkan oleh akal, karena Allah maha suci dari itu semua” (Kitâb at-Tauhîd, h. 85)

     Tulisan al-Imâm al-Maturidi ini sangat jelas dalam mensucikan Allah dari arah dan tempat. Perkataan beliau ini sekaligus dapat kita jadikan bantahan terhadap kaum Mujassimah, termasuk Kaum Tanpa Madzhab sekarang; yang mengatakan bahwa para ulama Salaf telah menetapkan adanya arah bagi Allah. Kita katakan: al-Maturidi adalah salah seorang ulama Salaf, ia dengan sangat jelas telah menafikan apa yang kalian yakini.

     Masih dalam Kitâb at-Tauhîdal-Imâm al-Maturidi menuliskan sebagai berikut:

    "وأما رفع الأيدي إلى السماء فعلى العبادة، ولله أن يتعبد عباده بما شاء، ويوجههم إلى حيث شاء، وإن ظن من يظن أن رفع الأبصار إلى السماء لأن الله من ذلك الوجه إنما هو كظن من يزعم أنه إلى جهة أسفل الأرض بما يضع عليها وجهه متوجها في الصلاة ونحوها، وكظن من يزعم أنه في شرق الأرض وغربها بما يتوجه إلى ذلك في الصلاة، أو نحو مكة لخروجه إلى الحج، جل الله عن ذلك"

    “Adapun mengangkat tangan ke arah langit dalam berdo’a maka hal itu sebagai salah satu bentuk ibadah kepada-Nya (bukan berarti Allah di dalam langit). Allah berhak memilih cara apapun untuk dijadikan praktek ibadah para hamba kepada-Nya, juga Allah berhak menyuruh mereka untuk menghadap ke arah manapun sebagai praktek ibadah mereka kepada-Nya. Jika seseorang menyangka atau berkeyakinan bahwa mengangkat tangan dalam berdoa ke arah langit karena Allah berada di arah sana, maka ia sama saja dengan orang yang berkeyakinan bahwa Allah berada di arah bawah karena di dalam di dalam shalat wajah seseorang dihadapkan ke arah bumi untuk menyembah Allah, atau sama saja dengan orang yang berkeyakinan bahwa Allah ada di arah barat atau di arah timur sesuai arah kiblatnya masing-masing dalam shalat saat beribadah Allah, atau juga sama saja orang tersebut dengan yang berkeyakinan bahwa Allah berada di arah Mekah, karena orang-orang dari berbagai penjuru yang handak melaksanakan haji untuk beribadah kepada-Nya menuju arah Mekah tersebut. Allah maha suci dari pada keyakinan semacam ini semua” (Kitâb at-Tauhîd, h. 75-76)


    Karya Tulis Beliau

    Kitab-kitab yang pernah dikarang oleh al Maturidi diantaranya adalah ;
    ·   Kitab Al Tawhid
    ·   Kitab Radd Awa'il al-Adilla
    ·   Radd al-Tahdhib fi al-Jadal
    ·   Kitab Bayan Awham al-Mu'tazila
    ·   Kitab Ta'wilat al-Qur'an
    ·   Kitab al-Maqalat
    ·   Ma'akhidh al-Shara'i' in 
    ·   Al-Jadal fi Usul al-Fiqh
    ·   Radd al-Usul al-Khamsa
    ·   Radd al-Imama
    ·   Al-Radd 'ala Usul al-Qaramita
    ·   Radd Wa'id al-Fussaq
     

    Unknown

    About Unknown -

    Daarul Fiqih menyediakan informasi yang benar berdasarkan Al Qur'an, Hadits, dan Qiyas serta Ijma' Ulama agar Umat Islam Selamat dari Pengaruh Kaum Tanpa Madzhab

    Subscribe to this Blog via Email :