Hukum Perayaan dan Dalil Maulid Nabi Muhammad SAW
Tulisan ini kami buat karena seringkali kami melihat diskusi atau juga terlibat
diskusi baik di internet pula di dunia nyata tentang isu tahunan namun tidak
pernah usang yakni Apakah Maulid Nabi Bid’ah. Mereka yang kontra dengan Maulid, dan
yang pernah kami temui untuk berdiskusi dan juga
mereka yang biasa disebut dengan golongan Kaum tanpa Madzhab.
Jadi kami berinisiatif
untuk mempostingnya disini, siapapun yang mungkin membutuhkan. Ambil yang baik,
buang yang jelek. Koreksi jika kami salah. Yang benar dari Allah SWT, yang
keliru itu dari kekhilafan kami. Allahu a’llam Bissawab.
Muhammad Rosulullah SAW |
Apakah Maulid Nabi Bid’ah dalam beragama?
Bukan! Kenapa? Karena
Maulid bukan aktivitas beragama dan ibadah, tidak pernah disyareatkan oleh
mereka yang merayakannya. Namun Maulid merupakan peringatan dan perayaan
kelahiran nabi SAW. Apakah pantas sesuatu yang bukan bagian dari ibadah, di
hukumi dengan dalil agama?
Bid’ah dalam beribadah,
sudah jelas contohnya menambah rakaat shalat dari yang sudah ditetapkan secara
syar’i, misalnya shalat Maghrib ditambah jadi 4 rakaat dengan alasan makin
banyak makin baik. Dan menyembelih kurban sebelum shalat Ied Adha dstnya.
Sedangkan Maulid, bukanlah ibadah. Sekali lagi kami jelaskan bawah Maulid
adalah peringatan atas kelahiran orang yang Allah beri titel sebagai Rahmat
bagi sekalian alam.
Nabi SAW, sendiri
memperingati hari lahirnya dengan berpuasa. Dan generasi pengikutnya hingga
kini peringati dengan merayakan Maulid.
Renungan, kenapa umat Islam dewasa ini peringati Maulid Nabi SAW?
Ulama masa kini manfaatkan
momen Maulid, untuk menyegarkan kembali memori kita terhadap manusia yang amat
suci disisi RobNya yakni Nabi Muhammad SAW, para ulama memberitakan kembali
pribadi, perjuangan dan ahlak beliau kepada umat Islam agar tumbuh kekaguman
disanubari berharap mencontoh pribadi seagungnya manusia bukan mencontoh
tokoh-tokoh kafir. Jika melihat pada poin ini, tentu peringatan Maulid Nabi
Muhammad SAW merupakan hal yang amat baik. Insya Allah mendapat ridho-Nya.
Terlebih lagi tiada larangan memperingati kelahiran beliau dengan maksud yang
ma’ruf yakni agar umat lebih mengenalnya.
Perlu diketahui bahwa dalam
Islam kita disuruh untuk melaksanakan semampunya yang diperintahkan, dan
menjauhi yang dilarangnya. BUKAN MENJAUHI YANG TIDAK DIKERJAKAN / DILARANG.
Seperti dalam hadis berikut ini;
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: مَا نَهَيْتُكُمْ
عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوْا مِنْهُ مَا
اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ
مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ.
Dari Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu , dia berkata: “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, ’Apa saja yang aku larang terhadap kalian, maka jauhilah.
Dan apa saja yang aku perintahkan kepada kalian, maka kerjakanlah semampu kalian. Sesungguhnya
apa yang membinasakan umat sebelum kalian hanyalah karena mereka banyak
bertanya dan menyelisihi Nabi-nabi mereka’.” [Diriwayatkan oleh al-Bukhâri dan
Muslim].
Jika semua aktivitas yang
tidak dikerjakan atau tidak ada larangannya maka menjadi bid’ah dholallah
(sesat) niscaya akan banyak kesesatan yang dilakukan umat ini. Contohnya adalah
sebagai berikut;
Poin
1. Penyatuan Mushaf menjadi Mushaf Usmani sebagai inisiatif
khalifah Usman ibn Affan RA karena saat itu terjadi 7 dialek berbeda, alhasil
beliau (RA) putuskan untuk menetapkan dialek Quraisy sebagai satu-satunya.
Pertanyaan
untuk poin 1. Apakah nabi tidak tahu jika kelak akan terjadi perselisihan
karena masalah perbedaan logak / dialek sepeninggalnya, sehingga Usman bin
Affan RA berinisiatif membakar logat yang lahir dan meninggalkan logat Quraisy
saja?
Poin
2. Penambahan Harakah / tanda baca, tercetus saat dinasti Umayah
karena kekhawatiran terjadinya perubahan arti atau pengertian. Oleh karenanya
berinisiatif untuk mencantumkan tanda bantu baca yang dituliskan dengan tinta
yang berbeda warnanya dengan tulisan Al Qur’an.
Pertanyaan
untuk poin 2. Pernahkah Nabi memerintahkan untuk menambahkan harakah / sakl
/ tanda baca pada ayat-ayat Quran? Jika tiada, apakah nabi dan para sahabat
bodoh (meminjam istilah salah satu komentator artikel ini)?
Poin
3. Konsep Uluhiyah, Rububiyah, Asma Wa Sifat yang di gunakan Kaum
Tanpa Madzhab berdalih untuk permudah ajari umat mengenai Tauhid.
Pertanyaan
untuk pon 3. Namun jika kita mau kritis seperti mereka, pernahkah Nabi dan
Sahabatnya membelah Tauhid jadi 3 ini demi permudah ajari umat? Jika pernah
ada, silahkan tuliskan hadisnya. Jika tidak ada hadisnya maka amat tepat jika
pembagian Tauhid ini sebagai bid’ah ala Kaum Tanpa Madzhab
Aktivitas dalam peringatan Maulid
Dan peringatan Maulid
dengan tujuan yang baik, kemudian di isi dengan segala perkara aktivitas sunnah
maka bukan hal yang dilarang. Baca yang dibawah ini untuk ketahui aktivitas
dalam peringatan Maulid.
Untuk memahami lebih lanjut
dari Maulid, maka dengan memaparkan deretan aktivitas didalamnya.
1. Membaca sejarah, pujian tentang Nabi yang tersusun dengan apik
dalam kitab Simtudurorr yang disusun oleh Alhabib Ali Alhabsyi atau bacaan
lainnya.
2. Membaca doa.
3. Adanya tausyiah.
4. Memberi makan orang banyak.
5. Dan berkumpulnya banyak kaum Muslim dalam satu tempat.
Apakah aktivitas-aktivitas
diatas dilarang dalam Islam? Tentu tidak. Dari ke 5 aktivitas diatas, yang
paling sering di jadikan isu panas hanya poin satu yakni Membaca Pujian kepada
Nabi SAW, dan disini kami hanya membahas point itu. Sedangkan untuk point 2
hingga 5 tidak ada yang perlu dimasalahkan.
1. Membaca dan mendengarkan pujian kepada Nabi SAW
Apakah memuji Nabi SAW
dilarang dalam Islam? Sama sekali tidak. Namun sering kali mereka yang kontra
dengan urusan ini membawa hadis yang berbunyi kira-kira begini: Janganlah
kalian memujiku berlebihan seperti nasrani memuji Isa bin Maryam.
Berpegang dengan hadis itu
mereka menyatakan pujian2 kepada Nabi tidak dibenarkan. Benarkah? Hadis
tersebut bukanlah LARANGAN dari Nabi SAW bagi siapapun yang ingin memujinya.
Namun memberi batasan, dan batasan itu sudah tertulis jelas di matan hadis
tersebut yakni “seperti kaum Nashrani yang berlebihan dalam memuji putra
Maryam.”
Tentu kita faham maksud
Nabi SAW dalam batasan itu, bahwa jangan seperti umat Nasrani yang menuhankan
Isa. Dan bukan melarang siapapun memuja Nabi SAW.
Perlu anda ketahui bahwa,
bukan saja kita sebagai mahluk yang memuji nabi SAW, Allah SWT sendiri
memujinya dengan memberi label “Agung” kepada Nabi SAW.
“Dan sesungguhnya kamu
benar-benar berbudi pekerti yang agung.[QS Al Qalam 68:4]“
Kata-kata “agung” dari
Allah yang Maha Agung, memiliki makna yang besar dan tak bisa dijangkau
batasnya dengan pikiran kita. Artinya kita bebas untuk menisbatkan sifat-sifat
kesempurnaan makhluk bagi beliau Saw tanpa batas (kecuali menjadikan beliau
(SAW) sebagai tuhan) karena setinggi apapun pujian kita, tak akan mampu
menandingi pujian Allah kepada Rasulullah Saw.
Bahkan di surat lain Allah
SWT melabelkan kepada Nabi SAW sifat-sifat-Nya yakni Rauuf dan Rahiim (pengasih
dan penyayang). Hal ini dapat di temui pada surat SURAT At Taubah (9): 128.
Yang berbunyi:
[quote_center]“Laqad
jaa-akum rasuulun min anfusikum ‘aziizun ‘alayhi maa ‘anittum hariishun
‘alaykum bialmu/miniina rauufun rahiimun.”[/quote_center]
Artinya:
“Sungguh
telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya
penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat
belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.”
Lihat bagaimana Allah Swt
menyematkan dua asma-Nya untuk Rasulullah Saw yaitu Rauuf dan Rahiim (pengasih
dan penyayang). Bukan berarti sifat kasih dan kaming Nabi Saw itu sama dengan
sifat kasih dan kaming Allah Swt. Namun sifat kasih dan kaming dalam batas
kemanusiawiaan tidak sampai batas ketuhanan.
Para sahabat dan ulama
salaf, memahami hal ini dengan baik sehingga tidak sedikit para sahabat yang
memuji-muji Nabi Saw dengan pujian indah dan tinggi. Di antaranya adalah pujian
yang disampaikan sahabat Hassan bin Tsabit’
واحسن منك لم تر ثط عيني # واجمل منك لم تلد النساء
خلقت مبرأ من كل عيب # كأنك قد خلقت كما تشاء
خلقت مبرأ من كل عيب # كأنك قد خلقت كما تشاء
Yang lebih baik darimu,
belum pernah mataku memandangnya
Yang lebih indah darimu, belum pernah pernah dilahirkan oleh para wanita
Engkau diciptakan terbebas dari segala kekurangan
Seolah engkau tercipta dengan sekehendakmu sendiri[/quote_center]
Yang lebih indah darimu, belum pernah pernah dilahirkan oleh para wanita
Engkau diciptakan terbebas dari segala kekurangan
Seolah engkau tercipta dengan sekehendakmu sendiri[/quote_center]
Sahabat Sariyah pun pernah
memuji Rasul Saw :
فما حملت من ناقة فوق ظهرها … أبر وأوفى ذمة من محمد
“
Tidak ada seeokor unta pun yang membawa seseorang di atas punggungnya, yang
lebih baik dan menepati janjinya daripada Muhammad“
Dan juga pujian Abbas bin
Abdul Muthalib RA:
“…dan
engkau saat hari kelahiranmu maka terbitlah cahaya dibumi hingga terang
benderang, dan langit bercahaya dengan cahayamu, dan kami kini dalam
naungan cahaya itu dan dalam tuntunan kemuliaan (Al Qur’an) kami terus
mendalaminya”
Dan masih banyak lagi
pujian para sahabat kepada Nabi Saw sehingga membuat Nabi senang dan terkadang
Nabi pun memberikan hadiah pada yang memujinya. Ini semua membuktikan mengenai
bolehnya memuji beliau Saw dengan pujian setinggi-tingginya.
Dan disaat seorang Badui
bertanya tentang ahlak sang Nabi SAW, isterinya Siti Aisyah RA menyebutnya:
khuluquhu al-Qur’an
(Akhlaknya Muhammad itu
Al-Qur’an).
Nama beliau sendiri yaitu
Muhammad, merupakan bentuk isim maf’ul dari kata Hammada Yuhammidu Tahmiidan,
yang secara bahasa artinya adalah yang banyak dipuji. Ini merupakan isyarat
bahwa memang beliau pantas untuk selalu dipuji. Jadi memuji dan menyanjung Nabi
SAW adalah BOLEH.
Lalu kenapa Nabi SAW tidak merayakan Maulid?
Ini pertanyaan selanjutnya.
Mungkinkan Nabi SAW meminta umatnya “hai sekalian umatku rayain ultah kami
yah!”. Mungkinkah? Tentu tidak, karena merayakan maulid bukan hal esensi saat
itu. Tenaga dan waktu Nabi SAW saat itu dihabiskan untuk dakwah menyiarkan
Islam. Tentu perayaan Maulid tidak dianggap masalah krusial, apalagi di
tetapkan dalam sebuah ayat dan hadis. Namun Nabi SAW, tidak pernah melarang
dirinya dipuji, kemudian tidak pula melarang berkumpulnya orang banyak untuk
dengarkan tausyiah, memberi makan orang banyak dan membaca doa.
Jika nabi SAW menyerukannya
maka akan dijadikan wajib hukumnya, dan dijadikan hari raya.
Lalu kenapa para sahabat Nabi SAW tidak merayakan Maulid?
Pertanyaan dan gugatan
selanjutnya dari mereka yang kontra dengan Maulid ialah, kenapa para sahabat
tidak merayakannya padahal kualitas cinta mereka pada nabi tentunya jauh diatas
kualitas cinta kita.
Untuk menjawabnya mudah
saja, para sahabat saat itu hidup dan melihat nabi SAW setiap hari. Mereka
tidak perlu merayakan Maulid setiap tahunnya. Mereka cukup mengabdi dan memujinya.
Dan berjihad bersama SAW. Dan juga tradisi merayakan hari ultah asing pada
zaman itu. Sesuatu yang asing bukan berarti dilarang. Dan memang saat itu
perhatian Nabi berserta sahabat-sahabatnya lebih kepada menyiarkan Islam.
Pendapat ulamat tentang Maulid
Ibnu Hajar Al ‘Asqolani
Membolehkan Maulid Nabi
Perkataan berikut kami
nukil dari kitab Al Hawiy yang ditulis oleh Imam As Suyuthi.[6]
وقد
سئل شيخ الإسلام حافظ العصر أبو الفضل بن حجر عن عمل المولد فأجاب بما نصه: أصل
عمل المولد بدعة لم تنقل عن أحد من السلف الصالح من القرون الثلاثة ولكنها مع ذلك
قد اشتملت على محاسن وضدها فمن تحرى في عملها المحاسن وتجنب ضدها كان بدعة حسنة
وإلا فلا قال وقد ظهر لي تخريجها على أصل ثابت وهو ما ثبت في الصحيحين من أن النبي
صلى الله عليه وسلم قدم المدينة فوجد اليهود يصومون يوم عاشوراء فسألهم فقالوا هو
يوم أغرق الله فيه فرعون ونجى موسى فنحن نصومه شكرا لله تعالى فيستفاد منه فعل
الشكر لله على ما من به في يوم معين من إسداء نعمة أو دفع نقمة ويعاد ذلك في نظير
ذلك اليوم من كل سنة والشكر لله يحصل بأنواع العبادة كالسجود والصيام والصدقة والتلاوة
وأي نعمة أعظم من النعمة ببروز هذا النبي نبي الرحمة في ذلك اليوم وعلى هذا فينبغي
أن يتحرى اليوم بعينه حتى يطابق قصة موسى في يوم عاشوراء ومن لم يلاحظ ذلك لا
يبالي بعمل المولد في أي يوم من الشهر بل توسع قوم فنقلوه إلى يوم من السنة وفيه
ما فيه – فهذا ما يتعلق بأصل عمله، وأما ما يعمل فيه فينبغي أن يقتصر فيه على ما
يفهم الشكر لله تعالى من نحو ما تقدم ذكره من التلاوة والإطعام والصدقة وإنشاد شيء
من المدائح النبوية والزهدية المحركة للقلوب إلى فعل الخير والعمل للآخرة وأما ما
يتبع ذلك من السماع واللهو وغير ذلك فينبغي أن يقال ما كان من ذلك مباحا بحيث
يقتضي السرور بذلك اليوم لا بأس بإلحاقه به وما كان حراما أو مكروها فيمنع وكذا ما
كان خلاف الأولى
Syaikhul Islam Hafizh di
masa ini, Abul Fadhl Ibnu Hajar ditanya mengenai amalan Maulid, beliau pun
menjawab dengan redaksi sebagai berikut:
“Asal melakukan maulid
adalah bid’ah, tidak diriwayatkan dari ulama salaf dalam tiga abad pertama,
akan tetapi didalamnya terkandung kebaikan-kebaikan dan juga
kesalahan-kesalahan. Barangsiapa melakukan kebaikan di dalamnya dan menjauhi kesalahan-kesalahan, maka
ia telah melakukan bid’ah yang baik (bid’ah hasanah). kami
telah melihat landasan yang kuat dalam hadist sahih Bukhari dan Muslim bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, beliau menemukan
orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura, maka beliau bertanya kepada mereka,
dan mereka menjawab, “Itu hari dimana Allah menenggelamkan Firaun,
menyelamatkan Musa, kami berpuasa untuk mensyukuri itu semua.”
Dari situ dapat diambil
kesimpulan bahwa boleh melakukan syukur pada hari tertentu di situ terjadi
nikmat yang besar atau terjadi penyelamatan dari mara bahaya, dan dilakukan itu
tiap bertepatan pada hari itu. Syukur bisa dilakukan dengan berbagai macam
ibadah, seperti sujud, puasa, sedekah, membaca al-Qur’an dll. Apa nikmat paling
besar selain kehadiran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di muka bumi
ini.
Maka sebaiknya merayakan
maulid dengan melakukan syukur berupa membaca Qur’an, memberi makan fakir
miskin, menceritakan keutamaan dan kebaikan Rasulullah yang bisa menggerakkan
hati untuk berbuat baik dan amal sholih. Adapun yang dilakukan dengan
mendengarkan musik dan memainkan alat musik, maka hukumnya dikembalikan kepada
hukum pekerjaan itu. Kalau perkara yang dilakukan ketika itu mubah maka hukum
merayakannya mubah, kalau itu haram maka hukumnya haram dan kalau itu kurang
baik maka begitu seterusnya”.
Renungan
Usia umat Nabi SAW sudah
lebih kurang 15 abad. Di saat yang sama orang-orang diluar Islam, sudah mampu
menciptakan begitu banyak teknologi yang berguna bagi orang banyak, juga buat
umat Islam. Seperti HP, Internet, dan lainnya. Namun, umat Islam masih asik
berdebat dengan masalah-masalah yang tidak perlu, asik tenggelam dalam kubangan
lumpur debat kusir.
Hasilnya umat Islam selalu
terbelakang, dan senang bernostalgia pada era keemasan silam yang usianya sudah
berabad-abad lalu. Dan rajin mengkampanyekan bahwa semua teknologi barat masa
sekarang asalnya dari Muslim…hehehe. Oh Iya??? Well, bro and sis…