Rabu, 17 Februari 2016

Unknown

Hukum Perayaan dan Dalil Maulid Nabi Muhammad SAW

Hukum Perayaan dan Dalil Maulid Nabi Muhammad SAW

Tulisan ini kami buat karena seringkali kami melihat diskusi atau juga terlibat diskusi baik di internet pula di dunia nyata tentang isu tahunan namun tidak pernah usang yakni Apakah Maulid Nabi Bid’ah. Mereka yang kontra dengan Maulid, dan yang pernah kami temui untuk berdiskusi dan juga mereka yang biasa disebut dengan golongan Kaum tanpa Madzhab.
Jadi kami berinisiatif untuk mempostingnya disini, siapapun yang mungkin membutuhkan. Ambil yang baik, buang yang jelek. Koreksi jika kami salah. Yang benar dari Allah SWT, yang keliru itu dari kekhilafan kami. Allahu a’llam Bissawab.
Muhammad Rosulullah SAW

Apakah Maulid Nabi Bid’ah dalam beragama?

Bukan! Kenapa? Karena Maulid bukan aktivitas beragama dan ibadah, tidak pernah disyareatkan oleh mereka yang merayakannya. Namun Maulid merupakan peringatan dan perayaan kelahiran nabi SAW. Apakah pantas sesuatu yang bukan bagian dari ibadah, di hukumi dengan dalil agama?
Bid’ah dalam beribadah, sudah jelas contohnya menambah rakaat shalat dari yang sudah ditetapkan secara syar’i, misalnya shalat Maghrib ditambah jadi 4 rakaat dengan alasan makin banyak makin baik. Dan menyembelih kurban sebelum shalat Ied Adha dstnya. Sedangkan Maulid, bukanlah ibadah. Sekali lagi kami jelaskan bawah Maulid adalah peringatan atas kelahiran orang yang Allah beri titel sebagai Rahmat bagi sekalian alam.
Nabi SAW, sendiri memperingati hari lahirnya dengan berpuasa. Dan generasi pengikutnya hingga kini peringati dengan merayakan Maulid.

Renungan, kenapa umat Islam dewasa ini peringati Maulid Nabi SAW?



Ulama masa kini manfaatkan momen Maulid, untuk menyegarkan kembali memori kita terhadap manusia yang amat suci disisi RobNya yakni Nabi Muhammad SAW, para ulama memberitakan kembali pribadi, perjuangan dan ahlak beliau kepada umat Islam agar tumbuh kekaguman disanubari berharap mencontoh pribadi seagungnya manusia bukan mencontoh tokoh-tokoh kafir. Jika melihat pada poin ini, tentu peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan hal yang amat baik. Insya Allah mendapat ridho-Nya. Terlebih lagi tiada larangan memperingati kelahiran beliau dengan maksud yang ma’ruf yakni agar umat lebih mengenalnya.
Perlu diketahui bahwa dalam Islam kita disuruh untuk melaksanakan semampunya yang diperintahkan, dan menjauhi yang dilarangnya. BUKAN MENJAUHI YANG TIDAK DIKERJAKAN / DILARANG. Seperti dalam hadis berikut ini;
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوْا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , dia berkata: “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ’Apa saja yang aku larang terhadap kalian, maka jauhilah. Dan apa saja yang aku perintahkan kepada kalian, maka kerjakanlah semampu kalianSesungguhnya apa yang membinasakan umat sebelum kalian hanyalah karena mereka banyak bertanya dan menyelisihi Nabi-nabi mereka’.” [Diriwayatkan oleh al-Bukhâri dan Muslim].
Jika semua aktivitas yang tidak dikerjakan atau tidak ada larangannya maka menjadi bid’ah dholallah (sesat) niscaya akan banyak kesesatan yang dilakukan umat ini. Contohnya adalah sebagai berikut;
Poin 1. Penyatuan Mushaf menjadi Mushaf Usmani sebagai inisiatif khalifah Usman ibn Affan RA karena saat itu terjadi 7 dialek berbeda, alhasil beliau (RA) putuskan untuk menetapkan dialek Quraisy sebagai satu-satunya.
Pertanyaan untuk poin 1. Apakah nabi tidak tahu jika kelak akan terjadi perselisihan karena masalah perbedaan logak / dialek sepeninggalnya, sehingga Usman bin Affan RA berinisiatif membakar logat yang lahir dan meninggalkan logat Quraisy saja?
Poin 2. Penambahan Harakah / tanda baca, tercetus saat dinasti Umayah karena kekhawatiran terjadinya perubahan arti atau pengertian. Oleh karenanya berinisiatif untuk mencantumkan tanda bantu baca yang dituliskan dengan tinta yang berbeda warnanya dengan tulisan Al Qur’an.
Pertanyaan untuk poin 2. Pernahkah Nabi memerintahkan untuk menambahkan harakah / sakl / tanda baca pada ayat-ayat Quran? Jika tiada, apakah nabi dan para sahabat bodoh (meminjam istilah salah satu komentator artikel ini)?
Poin 3. Konsep Uluhiyah, Rububiyah, Asma Wa Sifat yang di gunakan Kaum Tanpa Madzhab berdalih untuk permudah ajari umat mengenai Tauhid.
Pertanyaan untuk pon 3. Namun jika kita mau kritis seperti mereka, pernahkah Nabi dan Sahabatnya membelah Tauhid jadi 3 ini demi permudah ajari umat? Jika pernah ada, silahkan tuliskan hadisnya. Jika tidak ada hadisnya maka amat tepat jika pembagian Tauhid ini sebagai bid’ah ala Kaum Tanpa Madzhab

Aktivitas dalam peringatan Maulid

Dan peringatan Maulid dengan tujuan yang baik, kemudian di isi dengan segala perkara aktivitas sunnah maka bukan hal yang dilarang. Baca yang dibawah ini untuk ketahui aktivitas dalam peringatan Maulid.
Untuk memahami lebih lanjut dari Maulid, maka dengan memaparkan deretan aktivitas didalamnya.
1.    Membaca sejarah, pujian tentang Nabi yang tersusun dengan apik dalam kitab      Simtudurorr yang disusun oleh Alhabib Ali Alhabsyi atau bacaan lainnya.
2.    Membaca doa.
3.    Adanya tausyiah.
4.    Memberi makan orang banyak.
5.    Dan berkumpulnya banyak kaum Muslim dalam satu tempat.
Apakah aktivitas-aktivitas diatas dilarang dalam Islam? Tentu tidak. Dari ke 5 aktivitas diatas, yang paling sering di jadikan isu panas hanya poin satu yakni Membaca Pujian kepada Nabi SAW, dan disini kami hanya membahas point itu. Sedangkan untuk point 2 hingga 5 tidak ada yang perlu dimasalahkan.

1. Membaca dan mendengarkan pujian kepada Nabi SAW

Apakah memuji Nabi SAW dilarang dalam Islam? Sama sekali tidak. Namun sering kali mereka yang kontra dengan urusan ini membawa hadis yang berbunyi kira-kira begini: Janganlah kalian memujiku berlebihan seperti nasrani memuji Isa bin Maryam.
Berpegang dengan hadis itu mereka menyatakan pujian2 kepada Nabi tidak dibenarkan. Benarkah? Hadis tersebut bukanlah LARANGAN dari Nabi SAW bagi siapapun yang ingin memujinya. Namun memberi batasan, dan batasan itu sudah tertulis jelas di matan hadis tersebut yakni “seperti kaum Nashrani yang berlebihan dalam memuji putra Maryam.”
Tentu kita faham maksud Nabi SAW dalam batasan itu, bahwa jangan seperti umat Nasrani yang menuhankan Isa. Dan bukan melarang siapapun memuja Nabi SAW.
Perlu anda ketahui bahwa, bukan saja kita sebagai mahluk yang memuji nabi SAW, Allah SWT sendiri memujinya dengan memberi label “Agung” kepada Nabi SAW.
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.[QS Al Qalam 68:4]“
Kata-kata “agung” dari Allah yang Maha Agung, memiliki makna yang besar dan tak bisa dijangkau batasnya dengan pikiran kita. Artinya kita bebas untuk menisbatkan sifat-sifat kesempurnaan makhluk bagi beliau Saw tanpa batas (kecuali menjadikan beliau (SAW) sebagai tuhan) karena setinggi apapun pujian kita, tak akan mampu menandingi pujian Allah kepada Rasulullah Saw.
Bahkan di surat lain Allah SWT melabelkan kepada Nabi SAW sifat-sifat-Nya yakni Rauuf dan Rahiim (pengasih dan penyayang). Hal ini dapat di temui pada surat SURAT At Taubah (9): 128. Yang berbunyi:
[quote_center]“Laqad jaa-akum rasuulun min anfusikum ‘aziizun ‘alayhi maa ‘anittum hariishun ‘alaykum bialmu/miniina rauufun rahiimun.”[/quote_center]
Artinya:
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.”
Lihat bagaimana Allah Swt menyematkan dua asma-Nya untuk Rasulullah Saw yaitu Rauuf dan Rahiim (pengasih dan penyayang). Bukan berarti sifat kasih dan kaming Nabi Saw itu sama dengan sifat kasih dan kaming Allah Swt. Namun sifat kasih dan kaming dalam batas kemanusiawiaan tidak sampai batas ketuhanan.
Para sahabat dan ulama salaf, memahami hal ini dengan baik sehingga tidak sedikit para sahabat yang memuji-muji Nabi Saw dengan pujian indah dan tinggi. Di antaranya adalah pujian yang disampaikan sahabat Hassan bin Tsabit’
واحسن منك لم تر ثط عيني # واجمل منك لم تلد النساء
خلقت مبرأ من كل عيب # كأنك قد خلقت كما تشاء
Yang lebih baik darimu, belum pernah mataku memandangnya
Yang lebih indah darimu, belum pernah pernah dilahirkan oleh para wanita
Engkau diciptakan terbebas dari segala kekurangan
Seolah engkau tercipta dengan sekehendakmu sendiri[/quote_center]
Sahabat Sariyah pun pernah memuji Rasul Saw :
فما حملت من ناقة فوق ظهرها … أبر وأوفى ذمة من محمد
“ Tidak ada seeokor unta pun yang membawa seseorang di atas punggungnya, yang lebih baik dan menepati janjinya daripada Muhammad“
Dan juga pujian Abbas bin Abdul Muthalib RA:
“…dan engkau saat hari kelahiranmu maka terbitlah cahaya dibumi hingga terang benderang, dan langit bercahaya dengan cahayamu, dan kami kini dalam naungan cahaya itu dan dalam tuntunan kemuliaan (Al Qur’an) kami terus mendalaminya”
Dan masih banyak lagi pujian para sahabat kepada Nabi Saw sehingga membuat Nabi senang dan terkadang Nabi pun memberikan hadiah pada yang memujinya. Ini semua membuktikan mengenai bolehnya memuji beliau Saw dengan pujian setinggi-tingginya.
Dan disaat seorang Badui bertanya tentang ahlak sang Nabi SAW, isterinya Siti Aisyah RA menyebutnya: khuluquhu al-Qur’an
(Akhlaknya Muhammad itu Al-Qur’an).
Nama beliau sendiri yaitu Muhammad, merupakan bentuk isim maf’ul dari kata Hammada Yuhammidu Tahmiidan, yang secara bahasa artinya adalah yang banyak dipuji. Ini merupakan isyarat bahwa memang beliau pantas untuk selalu dipuji. Jadi memuji dan menyanjung Nabi SAW adalah BOLEH.

Lalu kenapa Nabi SAW tidak merayakan Maulid?

Ini pertanyaan selanjutnya. Mungkinkan Nabi SAW meminta umatnya “hai sekalian umatku rayain ultah kami yah!”. Mungkinkah? Tentu tidak, karena merayakan maulid bukan hal esensi saat itu. Tenaga dan waktu Nabi SAW saat itu dihabiskan untuk dakwah menyiarkan Islam. Tentu perayaan Maulid tidak dianggap masalah krusial, apalagi di tetapkan dalam sebuah ayat dan hadis. Namun Nabi SAW, tidak pernah melarang dirinya dipuji, kemudian tidak pula melarang berkumpulnya orang banyak untuk dengarkan tausyiah, memberi makan orang banyak dan membaca doa.
Jika nabi SAW menyerukannya maka akan dijadikan wajib hukumnya, dan dijadikan hari raya.

Lalu kenapa para sahabat Nabi SAW tidak merayakan Maulid?

Pertanyaan dan gugatan selanjutnya dari mereka yang kontra dengan Maulid ialah, kenapa para sahabat tidak merayakannya padahal kualitas cinta mereka pada nabi tentunya jauh diatas kualitas cinta kita.
Untuk menjawabnya mudah saja, para sahabat saat itu hidup dan melihat nabi SAW setiap hari. Mereka tidak perlu merayakan Maulid setiap tahunnya. Mereka cukup mengabdi dan memujinya. Dan berjihad bersama SAW. Dan juga tradisi merayakan hari ultah asing pada zaman itu. Sesuatu yang asing bukan berarti dilarang. Dan memang saat itu perhatian Nabi berserta sahabat-sahabatnya lebih kepada menyiarkan Islam.

Pendapat ulamat tentang Maulid

Ibnu Hajar Al ‘Asqolani Membolehkan Maulid Nabi
Perkataan berikut kami nukil dari kitab Al Hawiy yang ditulis oleh Imam As Suyuthi.[6]
وقد سئل شيخ الإسلام حافظ العصر أبو الفضل بن حجر عن عمل المولد فأجاب بما نصه: أصل عمل المولد بدعة لم تنقل عن أحد من السلف الصالح من القرون الثلاثة ولكنها مع ذلك قد اشتملت على محاسن وضدها فمن تحرى في عملها المحاسن وتجنب ضدها كان بدعة حسنة وإلا فلا قال وقد ظهر لي تخريجها على أصل ثابت وهو ما ثبت في الصحيحين من أن النبي صلى الله عليه وسلم قدم المدينة فوجد اليهود يصومون يوم عاشوراء فسألهم فقالوا هو يوم أغرق الله فيه فرعون ونجى موسى فنحن نصومه شكرا لله تعالى فيستفاد منه فعل الشكر لله على ما من به في يوم معين من إسداء نعمة أو دفع نقمة ويعاد ذلك في نظير ذلك اليوم من كل سنة والشكر لله يحصل بأنواع العبادة كالسجود والصيام والصدقة والتلاوة وأي نعمة أعظم من النعمة ببروز هذا النبي نبي الرحمة في ذلك اليوم وعلى هذا فينبغي أن يتحرى اليوم بعينه حتى يطابق قصة موسى في يوم عاشوراء ومن لم يلاحظ ذلك لا يبالي بعمل المولد في أي يوم من الشهر بل توسع قوم فنقلوه إلى يوم من السنة وفيه ما فيه – فهذا ما يتعلق بأصل عمله، وأما ما يعمل فيه فينبغي أن يقتصر فيه على ما يفهم الشكر لله تعالى من نحو ما تقدم ذكره من التلاوة والإطعام والصدقة وإنشاد شيء من المدائح النبوية والزهدية المحركة للقلوب إلى فعل الخير والعمل للآخرة وأما ما يتبع ذلك من السماع واللهو وغير ذلك فينبغي أن يقال ما كان من ذلك مباحا بحيث يقتضي السرور بذلك اليوم لا بأس بإلحاقه به وما كان حراما أو مكروها فيمنع وكذا ما كان خلاف الأولى
Syaikhul Islam Hafizh di masa ini, Abul Fadhl Ibnu Hajar ditanya mengenai amalan Maulid, beliau pun menjawab dengan redaksi sebagai berikut:
“Asal melakukan maulid adalah bid’ah, tidak diriwayatkan dari ulama salaf dalam tiga abad pertama, akan tetapi didalamnya terkandung kebaikan-kebaikan dan juga kesalahan-kesalahan. Barangsiapa melakukan kebaikan di dalamnya dan menjauhi kesalahan-kesalahan, maka ia telah melakukan bid’ah yang baik (bid’ah hasanah). kami telah melihat landasan yang kuat dalam hadist sahih Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, beliau menemukan orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura, maka beliau bertanya kepada mereka, dan mereka menjawab, “Itu hari dimana Allah menenggelamkan Firaun, menyelamatkan Musa, kami berpuasa untuk mensyukuri itu semua.”
Dari situ dapat diambil kesimpulan bahwa boleh melakukan syukur pada hari tertentu di situ terjadi nikmat yang besar atau terjadi penyelamatan dari mara bahaya, dan dilakukan itu tiap bertepatan pada hari itu. Syukur bisa dilakukan dengan berbagai macam ibadah, seperti sujud, puasa, sedekah, membaca al-Qur’an dll. Apa nikmat paling besar selain kehadiran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di muka bumi ini.
Maka sebaiknya merayakan maulid dengan melakukan syukur berupa membaca Qur’an, memberi makan fakir miskin, menceritakan keutamaan dan kebaikan Rasulullah yang bisa menggerakkan hati untuk berbuat baik dan amal sholih. Adapun yang dilakukan dengan mendengarkan musik dan memainkan alat musik, maka hukumnya dikembalikan kepada hukum pekerjaan itu. Kalau perkara yang dilakukan ketika itu mubah maka hukum merayakannya mubah, kalau itu haram maka hukumnya haram dan kalau itu kurang baik maka begitu seterusnya”.

Renungan

Usia umat Nabi SAW sudah lebih kurang 15 abad. Di saat yang sama orang-orang diluar Islam, sudah mampu menciptakan begitu banyak teknologi yang berguna bagi orang banyak, juga buat umat Islam. Seperti HP, Internet, dan lainnya. Namun, umat Islam masih asik berdebat dengan masalah-masalah yang tidak perlu, asik tenggelam dalam kubangan lumpur debat kusir.

Hasilnya umat Islam selalu terbelakang, dan senang bernostalgia pada era keemasan silam yang usianya sudah berabad-abad lalu. Dan rajin mengkampanyekan bahwa semua teknologi barat masa sekarang asalnya dari Muslim…hehehe. Oh Iya??? Well, bro and sis…

Unknown

About Unknown -

Daarul Fiqih menyediakan informasi yang benar berdasarkan Al Qur'an, Hadits, dan Qiyas serta Ijma' Ulama agar Umat Islam Selamat dari Pengaruh Kaum Tanpa Madzhab

Subscribe to this Blog via Email :