Kamis, 10 Maret 2016

Unknown

Diagram Posisi Kaum Tanpa Madzhab

Diagram posisi Kaun Tanpa Madzhab

Sebenarnya bagaimana peta perpecahan antara aliran-aliran tersebut?


Jadi begini, 90 % umat Islam itu pengikut madzhab empat, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali. 

Sedangkan yang 10 % ada yang Syiah, Zaidiyah, Khawarij (Ibadhiyah) dan Mu’tazilah.

Dari 90 % pengikut madzhab empat tersebut, apabila kita petakan akidah mereka adalah sebagai berikut:

1) Pengikut madzhab Hanafi, 30 % mengikuti akidah Asya’irah, dan 70 % mengikuti Maturidiyah
2) Pengikut madzhab Maliki dan Syafi’i, 100 % mengikuti Asya’irah
3) Pengikut madzhab Hanbali, dalam akidah pecah menjadi tiga kelompok. 



Pertama, mayoritas mereka, atau sekitar 60 % adalah pengikut Hasyawiyah, atau Mujassimah yang berkeyakinan Allah berdomisili di Arasy. Kelompok ini disebut dengan Ghulat al-Hanabilah (kaum ekstrem madzhab Hanbali).

Kedua, kelompok yang mengikuti madzhab Asya’iroh, seperti Abul Wafa Ibnu ‘Aqil, Rizqullah bin Abdul Wahhab al-Tamimi dan Abul Faraj Ibnul Jauzi. Kelompok ini disebut dengan fudhala’ al-hanabilah (kaum utama madzhab Hanbali).

Ketiga, mengikuti ajaran tafwidh, yakni tidak melakukan ta’wil terhadap nash-nash mutasyabihat, tapi menyerahkan maknanya kepada Allah subhanahu wata’ala. 

Ketiga kelompok tersebut sama-sama mengklaim sebagai representasi pemikiran Imam Ahmad bin Hanbal dalam bidang akidah. Akan tetapi meskipun ketiga kelompok tersebut berbeda dalam soal-soal akidah, mereka sama-sama mengikuti ajaran tashawuf, melakukan istighatsah, tawasul, tabaruk dan ziarah kubur.
Pada abad ketujuh Hijriah, kelompok Ghulat al-Hanabilah hampir habis dan beralih haluan mengikuti Asya’irah, berkat kebijakan Raja Zhahir Baibars al-Bindiqdari, yang mengangkat Hakim Agung (Qadhi al-Qudhat) dari madzhab empat. Sehingga keempat madzhab tersebut sering melakukan diskusi, dan dampak positifnya, penyakit tajsim (menjasmanikan Tuhan) yang menggerogoti Hanabilah, sedikit demi sedikit terobati dan hampir habis. 

Hanya saja setelah itu lahir Syaikh Ibnu Taimiyah, yang kemudian berhasil meradikalisasi madzhab Hanbali dalam bidang ushul dan furu’. Dalam bidang akidah, Ibnu Taimiyah mengembalikan mayoritas Hanabilah menjadi pengikut Hasyawiyyah dan membabat habis kelompok Fudhala’ al-Hanabilah yang mengikuti Asya’irah. Sedangkan dalam bidang furu’, Ibnu Taimiyah mengharamkan istighatsah, tawasul, tabaruk dan ziarah makam Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan wali dengan tujuan tabaruk. Dalam rangka radikalisasi tersebut, Ibnu Taimiyah membuat perangkat ideologi yang disebut dengan pembagian Tauhid menjadi tiga, yaitu Rububiyah, Uluhiyah dan Asma wa Shifat. Tauhid Uluhiyah dibuat untuk melarang amalan-amalan seperti istighatsah, tawasul, tabaruk dan ziarah. Sedangkan Tauhid Asma wa Shifat dibuat untuk menyesatkan mayoritas umat Islam yang berakidah tanzih (menyucikan Allah dari menyerupai makhluk) dan melakukan ta’wil terhadap nash-nash mutasyabihat. Akan tetapi perlu dicatat, Ibnu Taimiyah masih membolehkan membaca al-Qur’an di kuburan, tahlilan, dzikir bersama, maulid dan beberapa tradisi shufi lainnya. 

Pada abad kedua belas Hijriah, muncul Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab al-Najdi, pendiri Kaum Tanpa Madzhab. Dia meradikalisasi madzhab Hanbali, lebih keras dari Ibnu Taimiyah, dengan mengadopsi akidah Hasyawiyah. Hanya saja, beberapa amalan yang diharamkan oleh Ibnu Taimiyah, seperti istighatsah, tawasul, tabaruk dan ziarah dengan alasan Tauhid Uluhiyah, oleh pendiri Wahabi tersebut dinaikkan status hukumnya menjadi syirik akbar, murtad dan kafir. Sedangkan beberapa tradisi shufi yang dibolehkan oleh Ibnu Taimiyah, seperti dzikir bersama, membaca al-Qur’an di kuburan, maulid, tahlilan dan semacamnya diharamkan dengan alasan bid’ah dhalalah dan pemurnian agama.

Sumber: MusliMediaNews: Mungkinkah NU dan Wahabi Bersatu

Unknown

About Unknown -

Daarul Fiqih menyediakan informasi yang benar berdasarkan Al Qur'an, Hadits, dan Qiyas serta Ijma' Ulama agar Umat Islam Selamat dari Pengaruh Kaum Tanpa Madzhab

Subscribe to this Blog via Email :