DALIL-DALIL bid'ah KHUSUS KAUM TANPA MADZHAB:
DALIL LARANGAN BERZIKIR BERJAMA'AH
BAGIAN 1
Jika
dalam menggunakan dalil umum, kaum Tanpa Madzhab terlihat jelas keteledorannya,
maka lebih-lebih lagi ketika menggunakan dalil khusus, baik dari hadis-hadis
Rasulullah Saw., ucapan para shahabat beliau, atau ucapan para ulama salaf.
Umumnya, semua dalil-dalil itu mereka pahami secara harfiyah, sehingga mereka
tidak peduli bahwa para ulama sudah membahasnya secara gamblang dan bahkan
menyimpulkan hukum darinya.
Contohnya,
hadis-hadis Rasulullah Saw. yang menyebutkan larangan mendirikan bangunan di
atas kuburan, larangan menyanjung beliau seperti yang dilakukan kaum nasrani
terhadap Nabi Isa bin Maryam, larangan memuliakan beliau dengan sebutan sayyidina,
larangan beristighatsah dengan Rasulullah Saw., larangan dan menjadikan kuburan
sebagai masjid. Semua permasalahan tersebut sudah dibahas oleh para ulama dan
sudah disimpulkan batasan-batasan hukum yang menyebabkan boleh dan tidaknya
perkara-perkara tersebut berdasarkan dalil-dalil yang ada. Bagi kaum Tanpa Madzhab, semuanya langsung dianggap haram semata-mata melihat dari bentuk
larangan yang ada di dalam hadis, dan ini adalah kekeliruan, karena tidak
setiap larangan mengandung indikasi haram, kadang makruh, atau bahkan mubah
bila ternyata ada dalil yang membatalkannya.
Syaikh
Ali Jum'ah (Mufti Mesir) adalah salah satu dari sekian banyak ulama
yang telah memaparkan begitu gamblang permasalahan dalil-dalil khusus pada
perkara-perkara tersebut. Untuk mengetahui lebih jelas, lihatlah karya beliau
yang berjudul al-Bayan al-Qawim li Tashhih Ba'dhi al-Mafahim, atau
dalam edisi terjemah berjudulKupas Tuntas Ibadah-ibadah Diperselisihkan!, diterbitkan
oleh Duha Khazanah Cikarang.
Untuk
lebih jelasnya permasalahan ini, marilah kita lihat beberapa contoh dalil
khusus yang digunakan oleh kaum Tanpa Madzhab untuk memvonis bid'ah atau sesat
suatu amalan dengan serampangan, semata-mata karena melihat bentuk larangannya
secara harfiyah yang langsung diindikasikan pada makna haram.
DALIL LARANGAN BERZIKIR BERJAMA'AH
Salah satu dalil khusus yang paling jelas menyebutkan
larangan berzikir berjamaah atau menghitung bacaan zikir dengan batu atau biji
tasbih, adalah perkataan Abdullah bin Mas'ud Ra. yang diriwayatkan oleh
ad-Darimi. Dalil ini tampaknya sering digunakan oleh kaum Tanpa Madzhab untuk
mengharamkan kegiatan tahlilan dan zikir berjama'ah serta melabelkan padanya
tuduhan bid'ah.
Mari
kita lihat riwayat tersebut, sebagaimana tercantum di dalam buku Ensiklopedia Bid'ah halaman 86,
lengkapnya sebagai berikut:
Dari 'Amr bin Yahya, dia berkata, "Aku
mendengar ayahku menceritakan dari bapaknya, dia berkata, 'Kami pernah
duduk-duduk di pintu (rumah) Abdullah bin Mas'ud sebelum shalat shubuh
-(biasanya bila dia keluar dari rumahnya) kami pun peri bersamanya ke masjid.
Tiba-tiba datang Abu Musa al-Asy'ari Ra. Dan berkata, 'Adakah Abu Abdurrahman
(Abdullah bin Mas'ud) telah keluar pada kalian?' Kami menjawab, 'Belum.' Lalu
dia pun duduk bersama kami sampai akhirnya Abdullah bin Mas'ud keluar. Setelah
dia keluar, kami berdiri menemuinya dan Abu Musa al-Asy'ari berkata, 'Wahai Abu
Abdurrahman, tadi aku melihat di masjid suatu perkara yang aku mengingkarinya,
dan alhamdulillah aku tidak melihatnya kecuali kebaikan.
Dia bertanya, 'Apa itu?' Abu Musa menjawab, ' Bila kau masih hidup niscaya kau
akan melihatnya sendiri.' Abu Musa lalu berkata, 'Aku melihat di masjid
beberapa kelompok orang yang duduk membentuk lingkaran (halaqah) sambil
menunggu (waktu) shalat. Dalam setiap lingkaran itu ada seseorang yang memimpin
dan di tangan mereka ada batu-batu kecil, laki-laki itu berkata, 'Bacalah
takbir 100 kali,' mereka pun bertakbir 100 kali, kemudian ia berkata lagi,
'Bacalah tahlil 100 kali', mereka pun bertahlil 100 kali,
kemudian ia berkata lagi, 'Bacalah tasbih 100 kali', mereka pun bertasbih 100
kali.
Abdullah bin Mas'ud bertanya, 'Apa yang kamu
katakan pada mereka?' Abu Musa menjawab, 'Aku tidak akan mengatakan apa pun
pada mereka, karena aku menunggu pendapatmu atau menunggu perintahmu!' Abdullah
bin Mas'ud menjawab, 'Tidakkah kamu katakan pada mereka untuk menghitung kesalahan-kesalahan
mereka, dan kau beri jaminan bagi mereka bahwa tidak ada sedikit pun dari
kebaikan mereka yang akan hilang begitu saja?' Kemudian dia pergi dan kami pun
ikut bersamanya, hingga tiba di salah satu kelompok dari kelompok-kelompok
(yang ada di masjid) dan berdiri di hadapan mereka, lalu berkata, 'Apa yang
kalian sedang kerjakan?' Mereka menjawab, 'Wahai Abu Abdurrahman, (ini adalah)
batu-batu kecil yang kami gunakan untuk menghitung takbir, tahlil, tasbih, dan
tahmid.' Abdullah bin Mas'ud berkata,
'Hitunglah kesalahan-kesalahan kalian. Aku akan menjamin bahwa tidak ada
sedikit pun dari kebaikan-kebaikan kalian yang akan hilang begitu saja.
Celaka kalian wahai umat Muhammad, alangkah cepatnya kebinasaan kalian. Lihat
sahabat-sahabat Nabi Saw., masih banyak baju-baju mereka yang belum rusak dan
bejana-bejana mereka belum pecah. Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya,
sungguh (apakah) kalian ini ada pada ajaran yang lebih baik dari ajaran
Muhammad ataukah kalian sedang membuka pintu kesesatan.'
Mereka menjawab, 'Demi Allah wahai Abu
Abdurrahman, kami tidak menginginkan kecuali kebaikan.' Abdullah bin Mas'ud berkata, 'Berapa banyak orang yang menginginkan
kebaikan tapi dia tidak dapat meraihnya, sesungguhnya Rasulullah Saw. Bersabda
kepada kami bahwa ada sekelompok orang yang membaca al-Qur'an tapi hanya
sebatas kerongkongan mereka saja. Demi Allah, aku tidak tahu, barangkali
sebagian besar mereka itu dari kalian-kalian ini.' Kemudian dia pergi. Amr
bin Salamah berkata, 'Kami lihat
sebagian besar mereka memerangi kita pada perang Nahrawan bersama dengan
kelompok Khawarij." (Hadis ini diriwayatkan oleh ad-Darimi).
Riwayat tersebut sepertinya dianggap mewakili
dalil khusus yang jelas-jelas melarang zikir berjama'ah, atau melarang
menghitung zikir dengan batu atau biji tasbih. Akan tetapi, memanfaatkan
riwayat ini untuk menetapkan pelarangan tersebut atau untuk memvonis bid'ah amalan
berzikir berjama'ah atau menghitung zikir dengan batu atau biji tasbih, tidak
dapat dibenarkan, dengan alasan:
1. Bertentangan dengan hadis Rasulullah Saw., "Tidaklah suatu kaum duduk di suatu majlis, berzikir kepada Allah di tempat itu, melainkan malaikat telah menaungi mereka, rahmat meliputi mereka, ketentraman turun kepada mereka, dan Allah menyebut mereka pada kelompok makhluk yang ada di sisi-Nya (yaitu para malaikat dan para nabi-red)." (Hadis Shahih riwayat Muslim, Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, Abu Dawud, Ibnu Hibban, Ibnu Abi Syaibah, dan lain-lain). Abdullah bin Mas'ud Ra. Tidak mungkin tidak mengetahui hadis seperti ini, dan banyak lagi hadis-hadis lain yang senada dengan ini.
Lihat di artikel lain:
2. Tentang menghitung jumlah zikir, Rasulullah Saw. juga banyak menyebut dalam hadis-hadis beliau, seperti: Bacaansubhanallah, alhamdulillah, Allahu Akbar, yang masing-masing dibaca 33 kali, atau tentang keutamaan bacaansubhanallah wabihamdihi sebanyak 100 kali dalam satu hari, atau tentang bacaan laa ilaha illallaahu wahdahu laa syariika lahu lahul-mulku walahul-hamdu yuhyii wayumiitu wahuwa 'ala kulli syai'in Qadiir sebanyak 100 kali, atau tentang permohonan ampun beliau dalam sehari 100 kali, dan lain sebagainya. Hadis-hadis tersebut menunjukkan dengan jelas legalitas menghitung jumlah bacaan zikir.
3. Rasulullah Saw. tidak pernah melarang shahabat untuk menghitung zikir dengan batu atau yang lainnya, bahkan diriwayatkan beberapa shahabat seperti Abu Darda' Ra. dan Abu Hurairah Ra. memiliki sekantung batu kerikil atau biji kurma yang biasa digunakan untuk berzikir (lihat az-Zuhd, Abu 'Ashim, juz 1 hal. 141, Musnad Ahmad, juz 2 hal. 540, Sunan Abu Dawud, juz 2 hal. 253, Hilyatul Awliya', juz 1 hal. 383, dan lain-lain).
4. Riwayat tentang Abdullah bin Mas'ud Ra. di atas memiliki kelemahan pada sanad (jalur periwayat)nya, di mana terdapat 'Amr bin Yahya bin 'Amr bin Salamah yang dianggap lemah periwayatannya oleh Yahya bin Ma'in dan Ibnu 'Adi.
5. Riwayat tersebut tidak menunjukkan
perkataan/sabda Rasulullah Saw., melainkan perkataan pribadi Abdullah bin
Mas'ud Ra. (atsar shahabat), dengan kata lain merupakan qaul
shahabi (perkataan shahabat) atau madzhab shahabi (pendapat
shahabat). Jumhur (mayoritas)
ulama ushul menganggap bahwa qaul shahabi atau madzhab
shahabi tidak termasuk hujjah (argumen yang
diakui) dalam menetapkan hukum kecuali bila sejalan dengan hadis Rasulullah
Saw., karena para shahabat juga biasa berbeda pendapat satu sama lain
(lihat Ushul al-Fiqh al-Islami,DR. Wahbah Zuhaili, juz 2, hal.
150-156), lihatlah pendapat Abu Musa al-Asy'ari pertama kali pada riwayat di
atas saat ia berkata, "alhamdulillah aku tidak melihatnya
kecuali kebaikan". Bagaimana mungkin Abdullah bin Mas'ud tidak dapat
melihat kebaikan yang dikatakan oleh Abu Musa al-Asy'ari tentang halaqah zikir
di masjid itu, sementara pada riwayat lain Abdullah bin Mas'ud pernah
berkata: "… apa yang dipandang baik oleh orang-orang muslim,
maka dia adalah baik menurut Allah" (Riwayat Ahmad). Sungguh
ini merupakan kejanggalan, apalagi, ternyata riwayat di atas banyak
bertentangan dengan hadis-hadis Rasulullah Saw., maka amat sangat tidak sah untuk dijadikan dalil melarang zikir
berjama'ah atau menghitung jumlah zikir, atau bahkan dijadikan dalil untuk
melarang kegiatan tahlilan.
6. Seandainya
pun riwayat tersebut dianggap benar, maka sesungguhnya
Abdullah bin Mas'ud Ra. sepertinya bukan semata-mata ingin mempermasalahkan
zikir berjamaahnya atau menghitung zikirnya, tetapi sepertinya ia tahu betul siapa orang-orang yang berzikir itu,
seolah ada isyarat yang ia ketahui jelas bahwa mereka itu adalah orang-orang
yang akan menimbulkan masalah di kubu umat Islam. Buktinya, Abdullah bin Mas'ud
Ra. langsung mengarahkan tudingan kepada mereka dengan peringatan Rasulullah
Saw. tentang akan munculnya "sekelompok orang yang membaca
al-Qur'an tapi hanya sebatas kerongkongan mereka saja", yang
disinyalir oleh para ulama sebagai kelompok khawarij. Dan hal itu dibenarkan dengan pernyataan si
periwayat yang bernama 'Amr bin Salamah, 'Kami lihat sebagian besar
mereka memerangi kita pada perang Nahrawan bersama dengan kelompok Khawarij.
Sumber: Daarul Mukhtar