Minggu, 26 Juni 2016

Unknown

Shalat Sunnat: Shalat Hajat


 مَنْ تَوَضَّأَ فَأَ سْبَغَ اْلوُضُوْءَ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ يُتِمُّهُمُا أَعْطَاهُ الله ُمَا سَأَلَ مُعَجِّلًا أَوْمُؤَخِّرًا . (رواه أحمد عن ابي درداء)

"Barangsiapa berwudhu lalu menyempurnakan wudhunya kemudian melakukan shalat dua rakaat dengan sempurna, maka Allah akan memberikan kepadanya apa yang dia minta, cepat maupun lambat." (HR. Ahmad dari Abu Darada r.a.)
Segala yang ada dalam hidup ini terjadi karena sejumlah sebab (bil asbaab). Bila kita memiliki keinginan yang hendak kita realisasikan, shalat Hajat termasuk sebab penting yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw. 
Seperti kita ketahui, prinsip dasar agama adalah keseimbangan yang proporsional. Agama melarang kita hanya mengandalkan usaha atau hanya mengandalkan doa. Kita diperintahkan untuk mengandalkan usaha sekaligus doa. Doa dan usaha sebetulnya tidak mengenal pemisahan. Kitalah yang terkadang suka memisah-misahkannya. 
Berdoa termasuk usaha dan usaha adalah bagian tak terpisahkan dari doa. Allah Swt. di dalam Al-Qur’an berjanji bahwa Dia akan mengabulkan doa orang yang berdoa kepadaNya. Tetapi kemudian dilanjutkan dengan ayat yang bernada mensyaratkan. Yaitu ”Hendaklah mereka itu memenuhi segala perintah-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar berada dalam kebenaran.” (Al-Baqarah: 186)
Shalat Hajat termasuk shalat yang diajarkan Nabi saat kita memiliki keinginan atau kebutuhan. Menurut At-Tirmidzi dari Abdillah bin Aufa, Nabi mengajarkan bahwa ketika kita punya hajat kepada Allah atau manusia, hendaknya kita melakukan shalat dua rakaat yang disebut Shalat Hajat. Sekali lagi, tentu saja ini harus dibarengi dengan usaha lahir (ikhtiar) sesuai kemampuan dan keadaan. 
Cara mengerjakan shalat Hajat ini sama seperti shalat sunnah biasa. Bedanya hanya pada niat, waktu, dan doa. Niat shalat Hajat itu bisa menggunakan lafadz seperti di bawah ini:

أُصَِلّي سُنَّةََََََََ الْحَاجَةِ رَكْعَتَيْنِ لله تَعَالَي
”Aku niat Shalat Hajat dua rakaat karena Allah.”
Lalu bagaimana soal waktu? Shalat Hajat ini bisa dilakukan kapan saja, boleh siang dan boleh malam. 
Sebagian ulama berpendapat, waktu yang lebih afdhol adalah malam hari. Pendapat ini mengacu pada alasan yang logis. Karena pada malam hari jiwa kita lebih mudah untuk berkonsentrasi sehingga memudahkan kita meng-khusyu’-kan pikiran, hati, dan tindakan. Keyakinan akan sulit muncul kalau jiwa kita melayang-layang, padahal elemen penting dalam doa adalah keyakinan.
Mungkin ada pertanyaan, bukankah ada beberapa waktu yang dilarang  shalat? Bolehkah kita menjalankan shalat Hajat di waktu-waktu yang dilarang itu? Seperti hadits riwayat Muslim bahwa "Tidak ada shalat setelah shalat Ashar hingga matahari terbenam dan tidak ada shalat setelah shalat fajar hingga matahari terbit." Atau, pada hadits yang lain bahwa "Ada tiga saat Rasulullah melarang kita mengerjakan shalat atau menguburkan jenazah, yaitu ketika matahari terbit sehingga naik sedikit, waktu istiwa’ dan ketika matahari mulai akan terbenam hingga sempurna terbenam."  
Imam Syafi’i berkesimpulan, shalat yang dilarang adalah shalat sunnah yang tidak ada sebabnya atau shalat sunnah mutlak. Jika shalat yang dilakukan pada waktu-waktu tersebut ada sebabnya, maka hukumnya boleh dan tidak apa-apa, termasuk shalat Hajat. 
Adapun doanya, berdasarkan hadis yang diriwayatkan At-Tirmidzi dan Ibn Majah, dari Abdullah bin Aufa, Nabi mengajarkan seperti di bawah ini:


لاَ إلَهَ إلاَّ اللهُ الْحَلِيْمُ الْكَرِيْمُ سُبْحَانَ اللهِ رَبِّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ أَسْأَلُكَ مُوْجِبَاتِ رَحْمَتِكَ وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ وَالْغَنِيْمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ وَالسَّلاَمَةَ مِنْ كُلِّ إِثْمٍ لاَ تَدَعْ لِي ذَنْباً إِلاَّ غَفَرْتَهُ وَلاَ هَمًّا إلاَّ فَرَّجْتَهُ وَلاَ حَاجَةًًً هِيَ لَكَ رِضًا إِلاَّ قَضَيْتَهَا يَا أَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ

"Tiada Tuhan kecuali Allah, Yang Maha Penyantun dan Maha Pemurah, Maha suci Allah, Tuhan Pemelihara Arsy Yang Agung, segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Aku memohon kepadaMu sesuatu yang mewajibkan rahmatMu, sesuatu yang mendatangkan maghfirahMu, memperoleh keuntungan dari segala kebaikan dan memperoleh keselamatan dari segala dosa. Janganlah Engkau membiarkan dosa padaku kecuali Engkau mengampuninya. Janganlah biarkan ada kesulitan kecuali Engkau yang memberikan jalan keluarnya. Janganlah biarkan ada hajat yang mendapatkan keridhaanMu, kecuali Engkau mengabulkannya. Wahai Tuhan Yang paling Pengasih dan Penyayang". 

Bolehkah ditambah dengan doa yang spesifik buatan kita sendiri? Tentu sangat bagus. Apa yang diajarkan Nabi di atas adalah doa yang sifatnya general. Karena mungkin kita punya hajat atau kasus yang sifatnya sangat personal, maka alangkah baiknya jika kita menambahkannya dengan doa-doa yang relevan dengan keadaan kita. Ini tidak mesti harus pakai bahasa Arab. Bahasa apapun boleh, sebab yang penting bukan bahasanya apa, tapi bagaimana kita berdoa.     
Berdasarkan hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Abu Darda, Rasulullah menjelaskan bahwa siapa yang berwudhu lalu menyempurnakan wudhunya kemudian melakukan shalat doa rakaat dengan sempurna, maka Allah akan memberikan kepadanya apa yang dia minta, baik cepat atau lambat. Prinsipnya, balasan itu PASTI namun tidak bisa kita PASTIKAN tekniknya.

Wallahu’alaam.

Sumber: 
Blog Khusus Do'a
Blog Ffitriandani


Unknown

About Unknown -

Daarul Fiqih menyediakan informasi yang benar berdasarkan Al Qur'an, Hadits, dan Qiyas serta Ijma' Ulama agar Umat Islam Selamat dari Pengaruh Kaum Tanpa Madzhab

Subscribe to this Blog via Email :